Friday 27 April 2012

Obat tetes mata, atas nama cinta


“koh tolong obatnya jangan yang ini, bojoku ndak cocok pakai ini. Kasihan tar matanya malah merah”
“oh yang ini ya? Biasanya yang ini ya? Ini agak mahalan lho ya”
“ndak apa koh, yang penting mata istriku ndak sakit lagi. Ini aku bilang sama dia kalo harganya murah, kalo ndak gitu dia ndak mau pakai ini koh”
“demi istri kok ya, haha”
“iya , demi cintaku, aku ndak bisa liat bojoku sakit koh”
Kala itu saya sedang membeli sunblock di apotik, mendengar kalimat percakapan yang terakhir saya terhenyak dan berpaling ke arah yang berbicara. Seorang pria berumur 60-an. Dengan helm yang belum terlepas dan kaos putih oblong yang dimasukan di celana. Membeli obat tetes mata yang terbaik untuk istrinya. Ternyata selama ini dia mengaku kepada istrinya bahwa harga obat tetes mata itu murah. Istrinya yang cerewet dan hemat memang tidak mau membeli sesuatu yang mahal, jika masih ada yang murah. Saya geli, pria itu adalah Om Joseph, saya perhatikan benar-benar. Dia Om Joseph tetangga saya.
Kurang lebih telah 4 tahun dia tinggal di daerah saya, sebelumnya dia tinggal di mana saya kurang tahu. Istrinya adalah pensiunan tentara wanita. Dia wanita Aceh.
 Pasangan Om joseph dan Tante Aceh adalah pasangan suami istri yang unik. Om joseph peranakan Tiong Hoa asli dan Tante Aceh sedikit keturunan Arab. Om Joseph bermata sipit dan berkulit putih. Tante Aceh berbadan tinggi besar, bermata lebar dan berkulit coklat.namun mereka pasangan yang serasi, komposisi cinta mereka lengkap dengan perbedaan yang kompleks.
Pasangan ini menghancurkan paradigma kuno yang tumbuh seiring kebudayaan bangsa ini yang heterogen.